Usai peresmian dilanjutkan diskusi kebudayaan dengan tema “Rediscovery Keris Minang” dengan pembicara Fadli Zon, Ketua Lingkaran Keris Indonesia yang juga pendiri Rumah Budaya Fadli Zon, dan mendapatkan gelar Kanjeng Pangeran Kusumo Hadiningrat, serta gelar Kanjeng Pangeran Aryo Kusumo Yudho dari Pakubuwono XIII. Pembicara lainnya Zaenal dari Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia (SNKI) dan Mak Katik, Seniman Tradisi Sumatera Barat.
“Kita tak mengetahui kapan punahnya tradisi pembuatan keris Minangkabau. Tak diketahui siapa Mpu di Ranah Minang, nenek moyangnya atau penerusnya. Yang jelas, artefak keris Minangkabau banyak ditemukan, termasuk koleksi di Rumah Budaya,” ujar Fadli Zon.
Dia menyebutkan, sebagian keris koleksi Rumah Budaya yang dibangunnya diperoleh dari Bukittinggi, melalui Saudara Iwan Edwar yang mengumpulkannya selama puluhan tahun.
“Inilah awal dari sebuah studi untuk menemukan kembali keris Minangkabau (rediscovery),” harapnya.
Selain dipengaruhi Jawa, menurut Fadli Zon, kemungkinan keris Minang banyak juga terpengaruh keris Palembang. Palembang pernah merupakan bagian Persemakmuran Mataram hingga masa Amangkurat I. Ketika Mataram diserang Trunojoyo, Palembang menjadi Kesultanan Palembang Darussalam.
Puncak kemajuan keris Palembang, jelas Fadli Zon, adalah di masa Sultan Candilawang (1662-1706), Sultan Kamaruddin (1715) dan Sultan Jayawikrama (1722). Pada masa ini produksi Mpu keris di Palembang cukup besar. Keris Palembang pudar di awal abad 20.
Sementara itu, keris Minangkabau selalu hadir dalam buku-buku keris dan senjata tradisional.
Dalam buku Traditional Weapons of the Indonesian Archipelago oleh Albert G. Van Zonneveld, foto-foto keris Minangkabau dibedakan dari keris Palembang dan keris Sumatera lainnya. Dalam The Krisdisk (Karsten Sejr Jensen), digambarkan bahwa dalam Perang Paderi, orang-orang Belanda merampas keris Minang dari pasukan Paderi dan dibawa ke Belanda. Pada keris itu tertera tahun 1835 dan 1837.
“Ini artinya, keris telah menjadi budaya yang tak terpisahkan bagi orang Minang, termasuk kaum ulama yang memegang teguh ajaran agama (wahabi). Terbukti Tuanku Imam Bonjol juga menggunakan keris,” tambahnya.
Sementara itu, lanjut Fadli Zon, keris merupakan kebudayaan material yang mewakili identitas Indonesia di tengah arus budaya dunia. Keris telah diakui oleh UNESCO pada 2005 sebagai salah satu karya agung warisan kemanusiaan milik dunia. Tak ada yang dapat menandingi keris sebagai benda budaya hasil karya manusia Indonesia.
“Keris adalah karya adiluhung bangsa Indonesia yang telah berlangsung turun-temurun sejak zaman kerajaan-kerajaan awal Nusantara. Sebagai benda budaya, keris memiliki nilai sejarah, seni, filsafat, simbol, dan religi,” terangnya.
Di Sumatera, keris adalah perlengkapan pakaian kebesaran Penghulu. Keris Sumatera biasanya dipakai di pinggang depan sebelah kiri dengan hulu menghadap ke luar. Dengan mata keris yang tajam di kedua sisi, seorang penghulu diharapkan berlaku adil dalam mengambil keputusan.
“Hulu keris yang menunduk berarti sang pemilik harus berhati-hati dalam berperilaku, rendah hati, dan cermat. Luk keris diartikan perlunya hidup bersiasat. Secara umum, keris melambangkan keselarasan dan keharmonisan,” katanya.
Keris Minangkabau merupakan jenis keris yang memiliki keunikan tersendiri. Meskipun umumnya hampir sama dengan keris Sumatera lainnya, tapi keris Minang punya garap agak berbeda dengan keris Jawa. Perbedaan itu antara lain dari bentuk (dhapur) serta detil dari sekar kacang dan greneng. Perbedaan lain tentunya busana, perabot dan asesoris keris.
Rumah Budaya Fadli Zon dibangun pada tahun 2009, berhadap-hadapan dengan Rumah Puisi Taufiq Ismail yang beralamat di Jalan Raya Padangpanjang – Bukittinggi, Km. 6, Nagari Aie Angek, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Selama ini Rumah Budaya eksis menggelar kegiatan-kegiatan kebudayaan, mulai dari diskusi-diskusi kebudayaan, pameran lukisan, pementasan musik dan lain sebagainya.
Di dalam Rumah Budaya tersimpan sejumlah koleksi benda-benda kuno bernilai tinggi, khususnya yang terkait dengan benda kebudayaan Minangkabau tempo dulu. Di antara koleksi itu, adalah keris Luk Sembilan asal Pagaruyuang yang dibuat pada abad 18, seterika pakaian dari bara, songket lama, seribu koleksi buku bertema Minang, dan sejumlah lukisan kuno dan fosil kerbau berusia dua juta tahun.
Muhammad Subhan
Pengurus Rumah Puisi
Media Center Rumah Budaya